Selasa, 24 Juli 2012

Mode: Apa sih Tari Tupping itu?


Sekura-an merupakan kegiatan pesta rakyat yang diselenggarakan setelah menyelesaikan ibadah puasa dan memasuki bulan Syawal dengan berbagai kegiatan yang diikuti seluruh lapisan masyarakat setempat. Dalam pandangan umum
Pesta Sekura (Sekuraan) ini hampir sama dengan upacara bersih desa sebagai ungkapan rasa syukur pada masyarakat Jawa. Namun sekuraan juga lebih identik dengan ungkapan kemenangan, kebebasan, dan kegembiraan jiwa manusia untuk berkreasi dan berekspresi. Dengan semangat itulah pesta sekura juga digelar untuk merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Pesta rakyat Sekura ini selalu menggunakan topeng Sekura sebagai suatu ciri yang khas, topeng Sekura terdiri dari dua jenis yaitu Sekura Kamak (kotor) dan Sekura Helau/Betik (bagus), Sekura Kamak memiliki ciri khas dengan mengenakan pakaian compang camping, kotor dan lusuh sedangkan Sekura Helau/Betik mengenakan pakaian yang bersih dan rapih.

Tupping memiliki fungsi yang berbeda dengan Sekura, Tupping merupakan salah satu kesenian topeng yang berasal dari Lampung Selatan yang berfungsi sebagai salah satu rangkaian acara dalam ritual (upacara) adat masyarakat Pesisir Lampung Selatan. Tupping dianggap oleh masyarakat Pesisir Lampung Selatan berfungsi sebagai topeng sakral penolak bala pada tiap acara ritual (upacara) adat antara lain arak-arakan baik dalam prosesi adat perkawinan, pengangkatan kepala marga (Bujenong Jaro Marga), ruwatan hasil laut, dan Upacara Adat Khitanan.

Tupping memiliki latar belakang pada zaman dahulu sebagai pasukan tempur dan pengawal rahasia Radin Intan I (1751-1828), Radin Imba (1828-1834), Radin Intan II (1834-1856). Pasukan prajurit Tupping pada zaman dahulu merupakan pasukan prajurit atau pejuang bagi rakyat Lampung yang berperan mengusir para penjajah yang membuat resah bumi Lampung. Sebagai bagian dari Tentara Gerilia dengan memakai Tupping (Topeng) mempunyai maksud dan tujuan untuk menutupi jati diri yang sesungguhnya sebagai pasukan pejuang masyarakat Lampung. Kostum yang dikenakan pasukan Tupping adalah dedaunan hutan dan daun pisang kering (klahar) juga berfungsi sebagai penutup jati diri Tupping. Tupping saat ini tidak lagi berperan dan berfungsi sebagai Tentara Gerilia, namun saat ini Tupping berfungsi sebagai salah satu tarian kerakyatan yang berjudul tari “Tupping“ yang biasanya dipentaskan pada ritual (upacara) adat masyarakat Lampung.

Tradisi Tupping di kalangan masyarakat adat pesisir yang tinggal di kaki gunung Rajabasa ini sangat erat dengan sejarah Keratuan Darah Putih. Keratuan Darah Putih merupakan kelompok Marga yang hidup di kawasan pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, terletak di kaki gunung Rajabasa Lampung.

Tari Tupping Pesisir.

Seni topeng yang dulunya banyak menekankan unsur-unsur magis-simbolik-filosofis ekspresi topeng dan persyaratan yang rumit dan berbau mistik perlahan-lahan dihilangkan. Karya tari ini tidak mengangkat mengenai unsur mistik, namun karya ini mengangkat tentang ritual“Tupping“ yang dikenal sakral dan memiliki kekuatan magis oleh masyarakat Lampung. Mantra yang dibaca dalam ritual yaitu:
“Tukok lemoh, tukokni Batin Ratu najin di lawok akhong. Najin di lawok akhong ku selom sapa niku woi. Ngalu-ngalu di jambat, sanak liyu wat ukhus sapa liyu kusambat. Sapa liyu kusambat woi, nyak ngulih-ngulih niku woi”. Artinya : “Kaki yang lemah, kakinya Batin Khatu walau di laut hitam. Walau di laut hitam ku selam siapa kamu woi. Bertemu-temu di jembatan, anak lewat ada keperluan siapa kamu kutegur. Siapa kamu kutegur, saya bertanya-tanya kamu woi”.

Lirik dan syair dari mantra ini sudah bisa diserap dari isinya yaitu kewaspadaan dan pencarian terhadap siapapun yang membuat ulah di bumi Lampung, akan selalu dikejar walau sampai ke laut hitam. Mantra ini biasanya di dendangkan pada saat menari Tupping.
Karya tari ini mengusung tema tentang Kewaspadaan, karena dalam gerak Tari Tupping Pesisekh terdapat gerak-gerak yang mengandung makna kewaspadaan, berjaga-jaga, mengintai dan berhati-hati karena Tupping merupakan sosok mata-mata. “Tupping Pesisekh” yang memiliki makna Tupping artinya topeng dan Pesisekh artinya Pesisir, judul tersebut diambil berdasarkan ekpresi topeng yang sebagian besar berkembang pada masyarakat pesisir di Lampung, seperti Lampung Barat dan khusunya Pesisir Kalianda Lampung Selatan. Kata topeng dalam ensiklopedi tari Indonesia terdiri dari kata tup yang berarti tutup, kemudian karena pengaruh gejala bahasa maka kata tup ini ditambah eng menjadi tupeng, tupeng kemudian mengalami beberapa perubahan sehingga menjadi topeng, ada juga yang berpendapat topeng berasal dari kata ping, peng, pung dan sebagainya, yang berarti merapatkan kepada sesuatu atau menekan padanya. Maksudnya adalah menutupi wajah dan menutupi jati diri dari seseorang yang memakai Tupping. Properti Tupping digunakan dalam karya tugas akhir ini adalah Tupping asli yang dibuat di Lampung, agar rasa dan roh dalam garapan karya tari ini dapat tertuang secara penuh pada penari maupun pemusik.

Selaian perwujudan salah satu karakter gagah kesatria yang bersifat selalu melindungi seperti yang tersirat dalam topeng-topeng kayu yang ada dilampung baik sekura maupun tupping, tarian ini juga digarap berdasarkan ritual tupping yang masih berkembang hingga saat ini di daerah Lampung Selatan. Selain dari properti Tupping dan Jubah Klahar yang menutupi seluruh tubuh dengan daun pisang kering, garapan Tupping juga dapat diperkuat sisi magis dan ritualnya yaitu dengan mantra Tupping. Iringan musik pada karya tari ini menggunakan musik live/ langsung dan di komposeri seniman muda Lampung oleh suhendri wijaya S.Sn. Iringan musik live/langsung dapat memperkuat suasana tari dan menggunakan pola musik tradisi Lampung yang diwakili oleh seperangkat Talo Balak. Instrumen yang digunakan antara lain kelenongan, gong, bende, gujih, gendang, bedug, rebana, gamolan pring/cetik, seruling, dijiridu, biola vokal Muayak dan Mantra Tupping. Jenis pukulan atau Tabuhan yang digunakan antara lain Tabuh Melinting (Tabuh Kedanggung), Tabuh Bedana (Tahtim), Tabuh Ojan/Labung Tuyun dan Tabuh Hadrah. Beberapa instrumen tersebut dihadirkan mengingat untuk memperkuat dan menghadirkan suasana musik Lampung, selain itu juga pada garapan ini menggunakan permainan musik ilustrasi yang berbentuk vokal Mantra Tupping dan Muayak yang dapat memperkuat suasana ritualnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar